Sejarah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
Pondok Peantren Tebuireng didirikan
oleh kyai Haji Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Pesantren ini didirikan
setelah ia pulang dari pengembaraanya menurut ilmu di berbagai pondok pesantren
terkemuka dan di tanah mekkah, untuk mengamalkan ilmu yang diperolehnya.
Tebuireng dahulunya merupakan nama
dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir. Kecamatan Diwek, Kabupaten
Jombang, Jawa timur. Letaknya 8 kilometer diselatan kota jombang, tepat berada
di tepi jalan raya Jombang – Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat, nama
tebuireng beawal dari “kebo ireng”
(kerbau hitam). Dan yang lain ada juga yang mengatakan atau menuturkan bahwa
nama tebuireng diambil dari nama punggawa kerajaan majapahit yang masuk Islam
dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut.
Dusun Tebuireng sempat dikenal
sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif
lainnya, Namun sejak kedatangan K.H Hasyim Asy’ari dan santri-santrinya. Secara
bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah semakin baik dan
perilaku negatif, masyarakat di Tebuireng pun terkikis habis. Awal mula
kegiatan dakwah K.H Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan yang berdiri
dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bamboo (Jawane: gedek), bekas
sebuah warung yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya daari
seorang dalang. Satu kurang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara yang
lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah.
Organisasi NU tersebar di seluruh
provinsi di Indonesia dengan lebih dari 400 cabang, tetapi pengurus – pengurus
wilayah NU yang kegiatan usahanya cukup nyata antara lain adalah yang berada di
Jawa Timur, Jawa Tengah, Barat, DKI Jakarta, Sumatra utara, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan. Saat ini, keberadaan pondok pesantren Tebuireng telah
berkembang dengan baik dan semakin mendapat perhatian dari masyarakat luar dan
sekitarnya.
Operasi Sistem Pendidikan
Seiring dengan perjalanan waktu
santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam, kenyataan
tersebut telah mendorong Pondok pesantren Tebuireng beberapa kali telah
melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagimana
pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya. Sistem pengajaran awal yang
digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab
kuning di hadapan guru). Serta metode Weton atau bandongan atau halqah (kyai
membaca kitab dan santri member makna). Semua bentuk pengajaran tersebut tidak
dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan
bergantinya kitab yang khatam. (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi
pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam. Ilmu syari’at
dan bahasa Arab.
Perubahan sistem pendidikan di pondok
pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919 yaitu
dengan penerapan sistem madras (klasaki) dengan mendirikan madrasah Salafiyah
Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat yakni
shifir Awal dan Shifir TSani.
Tahun 1929 kembali dilakukan
pembaharuan yaitu dengan dimasukkannya
pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Hal tersebut adalah
suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh pesantren lain pada waktu itu.
Sempat muncul reaksi dari para wali santri, bahkan para ulama dari pesantren
lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap
sebagai kemungkaran budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri
yang sampai memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan
terus karena Pondok Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum akan sangat
diperlukan bagi para lulusan pondok pesantren.
Daftar Pengurus
Dalam perjalanan sejarahnya hingga kini pondok
pesantren Tebuireng telah mengalami 7 kali periode kepemimpinan. Secara
singkat, Periodesasi kepemimpinan Tebuireng sebagai berikut:
1. KH. Muhammad
Hasyim Asy’ari : 1899 - 1947
2. KH. Abdul Wahid Hasyim : 1947 - 1950
3. KH. Abdul Karim Hasyim: 1950 - 1951
4. KH. Achmad Baidhawi : 1951 - 1952
5. KH. Abdul Kholik Hasyim : 1953 - 1965
6. KH. Muhammad Yusuf Hasyim : 1965 - 2006
7. KH. Salahuddin Wahid : 2006 - sekarang
Komentar
Posting Komentar